10. The Ides of March | George Clooney
The Ides of March juga cenderung mempertunjukan tata sinematografi yang elegan, memperlihatkan sisi glamour dari politik Amerika. The Ides of March memang tidak mutlak berbicara tentang kesuksesan seorang juru kampanye junior dalam mensukseskan calon presiden Amerika, tapi lebih ke polemik internal dalam kesuksesan itu sendiri. Yes, meski The Ides of March belum terlalu bisa naklukin hati gw lewat eksekusi cerita, tapi untuk ketiga kalinya Gosling kembali bisa naklukin hati gw dengan kini menjadi seorang politikus naif di The Ides of March.
9. 50/50 | Jonathan Levine Enggak tau kenapa film ini 'ngena' banget di gw, bener-bener spesial ngeliat Jonathan Levine menyampaikan perjuangan seseorang menghadapi kangker, tanpa perlu embel-embel mewek dan sebagainya 50/50 sudah bisa dengan baik menyentuh hati penontonnya. Dan Gordon-Levitt, anda layak menemani Gosling sebagai aktor terbaik tahun ini, setiap senyum yang di lontarkan Levitt menimbulkan emosi tersendiri buat penontonnya (terutama gw) #eh haha lebay ah.
8. Moneyball | Bennett Miller
Moneyball adalah kombinasi spesial antara drama drama dan olahraga, diarahkan oleh Bannett Miller dan dibintangi oleh Brad Pitt.Tidak perlu mengerti baseball untuk menikmati film ini, karena percayalah Miller akan menuntun kita sedikit demi sedikit ke puncak dengan rentetan skenario yang setiap detiknya mampu memainkan emosi penonton. Kadar antara drama dan olahraga yang seimbang, tidak heran film ini meraih 4 nominasi Golden Globe.
7. Sang Penari | Ifa Isfansyah
Tak lain dan tak bukan the best Indonesian movie this year, The Dancer atau lebih dikenal secara nasional dengan Sang Penari. Film yang sukses menggondol 4 Piala Citra ini memang layak masuk 20 film terbaik 2011, selain karena faktor dari negeri sendiri, faktor lain kenapa gw masukin Sang Penari dalam list 20 film terbaik 2011 adalah karena kualitasnya! Mencakup hampir semua aspek, dari mulai cerita, akting hingga setting. Semoga tahun depan semakin banyak film Indonesia seperti ini, namun dengan ide dan kreatifitas yang berbeda tentunya.
6. Harry Potter and the Deathly Hallows: Part 2 | David Yates
Sebagai akhir dari franchise yang sudah berjalan selama 11 tahun tentu Yates harus berhasil mengemasnya dengan baik. Dan faktanya Yates berhasil melakukannya, sebuah ending klimaks yang memuaskan untuk semua penggemar franchise sihir ini. Yak, inilah kado spesial dari seorang Yates untuk jutaan penggemar Harry Potter, deretan visual effect yang tak henti-hentinya menghujam sepanjang film, terutama ketika Battle of Hogwarts berlangsung! Satu kata kawan.. EPIC!
5. Midnight in Paris | Woody Allen
Midnight in Paris adalah sebuah film hasil buah pikiran yang gila dari Woody Allen yang kemudian yang di tuangkan dalam skenario. Dari sekaian banyak film Allen baru Midnight in Paris ini lah yang mengambil setting di Paris. Dibintangi oleh Owen Wilson yang senantiasa menghidupkan suasana humor di film ini. Dan di balik itu semua tanpa di sadari Midnight in Paris meninggalkan sebuah pesan moral yakni hidup itu harus di nikmati.. Ya begitulah kira-kira apa yang Owen Wilson ingin sampaikan lewat bahasa tubuhnya.
4. Warrior | Gavin O'Connor
140 menit bertema drama olahraga ini berlangsung, dan selama 140 menit itu juga saya tidak pernah merasa bosan. Hidupnya suasana dan sinematografi yang elegan mungkin menjadi faktor utama. Tapi dari departmen akting Tom Hardy dan Joel Edgernton juga ikut berperan serta dalam menghidupkan suasana, dan sama seperti Moneyball, Warrior juga mampu mengkadarkan olahraga dan drama yang seimbang. Serta scoring yang juga senantiasa mengiringi kita ke drama kelas A dan dengan mudahnya memainkan emosi penonton.
3. Real Steel | Shawn Levy
Ya, Real Steel sudah cukup hebat dengan menyuguhkan kombinasi robotik dan drama, special effect yang tidak terlalu overdone serta skenario yang brilian menjadi faktor utama kenapa gw masukin Real Steel ini ke Top 20. Di sisi lain Real Steel tidak hanya menyuguhkan dialog antar manusia, tapi secara tidak langsung ikut berperan sentral dalam film ini. Juga sentuhan dramatis yang tidak di lebih-lebihkan justru akan membuat kesan natural dalam Real Steel akan semakin melekat. Layak deh gw nempatin film ini di posisi nomer 3.
2. The Help | Tate Taylor
The Help memang bukanlah film tidak terlalu mempersoalkan rasisme, tidak terlalu mengungkit-ungkit susahnya kulit hitam hidup di zaman Ku Klux Klan sedang berjaya. Tapi The Help bisa konsisten pada masalahnya tanpa harus melibatkan sub-plot yang terlalu rumit. The Help memang dirancang pure drama, yang sebenarnya sekali lagi tidak menjadikan rasisme sebagai landasan utama masalah. The Help tetap mampu mempermainkan penonton meski tanpa adegan pembantaian, pembunuhan, penyiksaan kulit hitam. Justru Tate mampu mempermainkan bahkan menyentuh emosi penonton dengan beberapa scene menjelang penutup.
1. Drive | Nicolas Winding Refn
Yak! Ini dia juara satu kita.. Tak lain dan tak bukan adalah Drive. Singkatnya kalau ber-ekspektasi Drive akan banyak adegan kebut-kebutan seperti Fast & Furious Franchise siap-siap kecewa. Drive adalah sebuah drama dengan rentetan violence dan percintaan yang indah di ekskulifkan untuk kalian yang memang benar-benar tau bagaimana indahnya sebuah film. Hampir dari semua aspek Drive tidak memiliki celah, sinematografi, scoring, editing, semua berjalan dengan mulus semulus akting Ryan Gosling disini, dari 3 film Gosling tahun ini aktingnya di Drive lah yang mampu naklukin hati gw hahah tapi belum bisa naklukin hati para juri Golden Globe ternyata.