Monday, December 5, 2011

Film Review: The Help (2011)


Mengangkat tema rasisme di era civil right sekitar tahun 60an, The Help film yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Kathryn Stockett. Dan mengambil konsep tentang kehidupan para pembantu kulit hitam di era Ku Klux Klan sedang berjaya. The Help sudah secara tidak langsung mengantar kita yang memang belum pernah merasakan pahitnya era civil right untuk melihat bagaimana pembedaan antara dua ras: Hitam dan Putih.

The Help sendiri bercerita tentang Eugenia 'Skeeter' Phelan (Emma Stone) yang berniat menuliskan segala keluh kesahnya mengenai, ide rasisme yang digagas teman-nya Hilly Holbrook (Bryce Dallas Howard) yakni membedakan toilet antara kulit hitam dan putih, karena kulit hitam dianggap membawa penyakit. Tentu Skeeter butuh narasumber untuk menyelsaikan buku yang akan Ia tulis, yup nara sumber Skeeter adalah Aibileen Clark (Viola Davis) seorang wanita kulit hitam yang bekerja untuk keluarga kulit putih, meluangkan separuh usianya untuk merawat bayi dan membersihkan rumah mereka. Selain Aibileen, Skeeter nantinya juga akan menjadikan Minny (Octavia Spencer) wanita yang seumuran dengan Aibileen yang juga bekerja untuk keluarga kulit putih. Saat itu tindakan yang dilakukan Skeeter, Aibi dan Minny masih melanggar hukum, tapi dengan segala keberaniannya menjunjug tinggi anti-diskriminasi mereka semua akhirnya sedikit demi sedikit menyelsaikan buku yang berjudul The Help.

Saya tidak tahu pasti apakah Tate Taylor, sutradara yang memulai eksistensinya dengan menyutradarai Winter's Bone yang berakhir dengan 4 nominasi Oscar ini sudah bisa dengan baik meringkas halaman demi halaman dari novel karya Kathryn Stockett, karena sampai saat ini saya belum membaca bahkan melihat novel tersebut. Terlepas dari itu Taylor sudah mampu mengantar penonton ke tahap demi tahap yang perlahan memperlihatkan penonton bagaimana kejamnya rasisme di Amerika pada saat itu. The Help memang tidak berbeda dengan drama-drama yang mengangkat tema rasisme lainnya, tapi The Help punya karakteristik tersendiri yang belum tentu dimiliki film-film bertema sama lainnya. The Help memiliki keberanian yang disampaikan secara halus. Bahkan kejahatan villain di film ini juga disampaikan dengan halus.

 

Selain mampu membawakan karakteristik The Help dengan sempurna, Tate Taylor juga mampu berkolaborasi dengan Kathryn Stockett dalam mengarang skenario dengan baik. Setiap bagian yang dipertontonkan sangat-sangat jauh dari kesan terburu-buru ataupun berlama-lama. Dengan durasi 126 menit Tate dan Kathryn mampu melipat gandakan film yang tadinya hanya ber-budget $25,000,000 menjadi lebih dari $.168,000,000. A big fantastic! Skenario? oke. Kemudian sinematografinya, Tate mampu membawakan filmnya dengan tata sinematografi ala tahun 80an, namun di The Help jauh lebih memperlihatkan penyuntingan modern yang profesional.

Tate dan Kathryn tidak ada apa-apanya dengan rentetan kejadian yang sudah mereka siapkan kalau tidak dimaksimalkan dengan 3 aktris yang membuat The Help tampil 'sangat' hidup, Emma Stone, Viola Davis, dan Octavia Spencer. Mereka bertiga tampil dengan penuh chemistry membuat penonton sesekali terbelalak dan tidak merasakan bahwa waktu terus berjalan selama kita melihat mereka berdialog. Emma Stone yang dengan kelihaiannya memainkan suasana, Viola Davis yang dengan kemapuannya memainkan karakter yang tidak terduga, dan Octavia Spencer yang tampil dengan sering kali mampu mendramatisasi atmosfer. Mereka bertiga turun bak The Charlie's Angel-nya Tate Taylor yang siap menumpas sang villain.

The Help memang tidak terlalu mempersoalkan rasisme, tidak terlalu mengungkit-ungkit susahnya kulit hitam hidup di zaman itu. Tapi The Help bisa konsisten pada masalah-nya tanpa harus melibatkan sub-plot yang terlalu rumit. The Help memang dirancang pure drama, yang sebenarnya sekali lagi tidak menjadikan rasisme sebagai landasan utama masalah. The Help tetap mampu mempermainkan penonton meski tanpa adegan pembantaian, pembunuhan, penyiksaan kulit hitam. Justru Tate mampu mempermainkan bahkan menyentuh emosi penonton dengan beberapa scene menjelang penutup. Kembali kita berikan credit pada trio yang sudah mampu menhidupkan film ini pada level tertinggi.

Gak salah sih kalau banyak yang nganggep The Help bakal memberikan sumbangsih nominasi yang gak sedikit di Oscar nanti, tapi untuk winner, who knows? Yup, overall menurut saya pribadi The Help adalah salah satu film terbaik tahun ini, bahkan layak masuk 20 besar film terbaik tahun ini. Dengan mengangkat tema yang biasa namun dengan konsep dan kemasan yang 'tidak biasa'.
 

No comments:

Post a Comment