Saturday, November 26, 2011

Film Review: The Art of Getting by (2011)


Hidup memang sudah seharusnya tidak terlalu serius, karena apapun yang berbau berlebihan pastilah tidak baik, sama halnya yang dijelaskan film indie sederhana; The Art of Getting by, sempat screening di Sundance Film Festival dan meraih beberapa review positif. Menyajikan drama klasik yang dibintangi bintang-bintang muda. Simple dan tidak berbelit-belit.

The Art of Getting by, bertanya-tanya tentang sebuah kesia-siaan, disampaikan dengan baik oleh George Zinavoy (Freddie Highmore) seorang mahasiswa yang tingkat kemalasannya sudah sangat akut bahkan ngelebihin gw hahah, Realistis itulah satu kata yang bisa jelasin karakter George. Gw pribadi bener-bener suka sama karakter dia disni.. Sembrono, gak sopan, males.. Mirip gw banget haha. Menolak membuat tugas dari para dosen, bahkan menolak motivasi dari seorang kepala universitas. Sedikit demi sedikit tentu akan membuat Ibu George (Rita Wilson) lelah, tapi dengan sedikit demi sedikit juga George akan menyadari bahwa realita yang sesunguhnya menantinya.. Sekeras apapun batok kepala seseorang dengan sentuhan alami cinta pasti akan luluh lantah gak karuan.. George jatuh cinta pada seorang wanita yang lahir dari keluarga broken home; Sally (Emma Roberts).

Cerita yang sangat tersusun rapih membuat film ini tampil dengan penuh misteri, sulit menebak-nebak apa kelanjutannya. Sinematografi dengan latar belakang keindahan New York membuat film ini hidup, dan scoring-nya membuat film ini yang sudah tampak hidup menjadi lebih hidup! Meski akting Freddie Highmore disini tidak sebaik aktingnya di Finding Neverland, tapi overall Freddie sudah menyajikan sesuatu yang menjadi pettern tersendiri difilm ini, dengan kata demi kata dalam sebuah dialog brilian. Gw juga bener-bener suka gimana tim teknis menggarap film ini, gimana mereka saling mendukung dengan jajaran cast. Bener-bener total! Untuk tata sinematografi dan akting.. gak usah banyak bacot, The Art of Getting by udah bisa ngebuat lo duduk manis selama satu setengah jam.


Mungkin esensi film ini akan lebih berasa kalo elo adalah mahasiswa yang muak akan tugas-tugas yang diberikan dosen, gak memotivasi sih.. Tapi seenggaknya asik aja kalo nonton yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari kita. Oh ya, George disini juga bertemu Dustin (Michael Angarano), seorang pelukis sukses yang juga alumni dari universitas George dan Sally sekarang, Dustin disini juga berperan dalam hidupnya masalah difilm ini. Sublot yang dihadirkan juga masih tidak kalah dengan plot utama yang selama film terus dikembangkan. Akan semakin terasa ketika perlahan satu per satu masalah diungkap dengan jenius.

Gavin Wiesen sebagai sutradara sekaligus penulis skenario juga sudah berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Memimpin film yang terlihat tidak membutuhkan budget besar namun menghasilkan karya yang mengesankan.. Mengarahkan seluruh jajaran pada performa tertinggi membuat The Art of Getting by keluar dengan sangat-sangat maksimal! Terutama pada duet Freddie dan Emma, dua bintang muda yang berpotensi menjadi bintang besar Hollywood. Kalau bukan karena mereka berdua The Art of Getting by tidak mungkin semenarik ini, sehidup ini.

Menyajikan skenario yang tidak biasa, walaupun sebenarnya sudah banyak film-film bertipe seperti The Art of Getting by. Betapa berhasilnya Gavin Wiesen menyampaikan lika-liku masalah difilm ini, kisah rumit dan menjijikan yang kalo anak sekarang bilang bikin galau, realita yang memang terjadi membuat kita merasa The Art of Getting by sudah tidak asing..

No comments:

Post a Comment